Senin, 31 Oktober 2016

Sistem pengawasan syariah di lembaga keuangan syariah di Indonesia

Lembaga Keuangan Syariah, istilah yang sudah sering didengar dikalangan mahasiswa ekonomi terutama mahasiswa jurusan ekonomi syariah dan juga pakar-pakar ekonom yang sudah sering membahas lewat tulisan ataupun penelitian mereka tentang lembaga keuangan. Namun berbeda halnya dengan masyarakat secara umum, istilah lembaga keuangan masih asing bagi mereka terutama yang berada di daerah pedesaan. Masyarakat lebih mengenal istilah lembaga keuangan dengan istilah bank. Padahal bukan cuma bank yang termasuk dalam kategori lembaga keuangan namun juga lembaga-lembaga lainnya seperti multifinance, leasing, asuransi dan lain-lain.
Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama dalam bentuk aset keuangan atau tagihan dibandingkan aset nonfinancial atau aset rill dan aktivitasnya berupa kredit kepada nasabah dan menanamkan dana dalam surat-surat berharga juga menawarkan berbagai jenis skema produk seperti tabungan, proteksi asuransi, program pensiun, penyediaan sistem pembayaran dan mekanisme transfer dana. Sedang lembaga keuangan syariah adalah lembaga yang dalam aktivitasnya berupa penghimpunan dan penyaluran dananya memberikan dan mengenakan dengan prinsip syariah yaitu jual beli dan bagi hasil.
Dalam mekanismenya, lembaga keuangan umum (konvensional) mengenakan bunga dalam setiap transaksinya. Sedang lembaga keuangan syariah tidak mengenal bunga dalam setiap transaksinya. Karena dalam sistem lembaga keuangan syariah sudah ditanamkan nilai-nilai syariah berupa pengharaman/penghilangan unsur riba dan lainnya dalam setiap transaksinya dan menerapkan prinsip keadilan dalam bertransaksi. Lalu muncul statement di masyarakat apakah bunga menyebabkan ketidak adilan dalam bertransaksi? menurut Dr. M. Umer Chapra penghapusan bunga akan menghilangkan sumber ketidak adilan antara penyedia dana dan pengusaha. Karena dalam kerjasama bisnis keuntungan seluruh modal akan dibagi antara kedua belah pihak dengan adil. Dalam berbisnis baik pemodal maupun pengusaha tidak dijamin dengan keuntungan bisnis mereka dimasa depan. Kita lihat dalam sistem bunga, ketika suku bunga sedang tinggi akan merugikan pengusaha karena akan menghambat investasi dan akan menimbulkan penurunan produktivitas yang berimbas pada laju pertumbuhan usaha. Sedang suku bunga yang rendah menyebabkan kerugian bagi penanam modal karena akan mengurangi pendapatan kekayaan.
Seperti yang kita semua ketahui, riba sudah dilarang dalam agama islam sejak Rasulullah mulai berdakwah. Adapun riba yang sekarang yang telah berkembang adalah salah satunya bunga. Berdasarkan Muktamar Lembaga Pengkajian Islam yang diadakan di Kairo 1385 H. yang dihadiri oleh kalangan budayawan dan perwakilan dari tiga puluh lima negara Islam memutuskan bahwa semua bentuk bunga pinjaman adalah riba yang diharamkan. Jadi sudah jelas bunga yang ada di lembaga keuangan umum itu dilarang.
Apakah di Indonesia sendiri lembaga keuangan syariah sekarang ini sudah benar-benar syariah? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita lihat sistem yang ada di lembaga keuangan syariah. Dalam lembaga keuangan syariah di Indonesia, setiap kali melakukan aktivitas opesionalnya akan diawasi secara periodik minimal dua kali dalam satu tahun oleh Dewan Pengawas Syariah yang ada di setiap entitas syariah. Dewan Pengawas Syariah juga bertanggung jawab dalam mengawasi pelanggaran nilai-nilai islam di dalam lingkungan entitas syariah dan juga melakukan pembinaan keislaman dalam menjaga akhlak karyawan.
Dalam kegiatan operasional, lembaga keuangan syariah harus berpatokan langsung dengan fatwa yang di keluarkan oleh Dewan Syariah Nasional dan ini wajib bagi setiap lembaga keuangan yang berprinsip syariah sesuai dengan SK Dewan Pimpinan MUI No. Kep-754/MUI/II/1999 tanggal 10 Februari 1999. Jadi dalam setiap kegiatan lembaga keuangan syariah baik berupa kredit, pembiayaan modal usaha dan sebagainya tidak boleh keluar dari koredor fatwa yang disudah ditetapkan. Adapun fatwa tersebut, merupakan hasil dari sidang Dewan Syariah Nasional berdasarkan Al-Quran dan Hadits.
Dalam menentukan nama-nama yang akan duduk di Dewan Pengawas Syariah di lembaga keuangan syariah, Dewan Syariah Nasional (DSN) bertanggung jawab dalam memberikan rekomendasi ataupun mencabut rekomendasi nama-nama tersebut. Dewan Syariah Nasional juga berwenang memberikan peringatan kepada entitas yang menyimpang dari fatwa yang sudah ditetapkan dan mengusulkan kepada entitas yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan.
Jadi sudah jelas lembaga keuangan syariah yang ada di Indonesia sudah sesuai dengan syariah. Tentunya jika lembaga keuangan syariah masih ada yang belum sepenuhnya syariah, masih banyak praktisi-praktisi syariah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang akan lebih memperbaiki dan menyempurnakannya. Tugas kita yang mayoritas adalah muslim, yaitu ikut berpartisipasi dan juga ikut andil dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan syariah yang ada.




Sumber:
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, 2001, Gema Insani; Jakarta
Prof. Dr. Shalah ash-Shawi & Prcf. Dr. Abdullah Mushlish, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, 2004, Darul Haq; Jakarta